Wanita Teladan dengan Kepribadian yang Lengkap
ASMA BINTI ABUBAKAR ASH-SHIDIQ (27 SH/597M-73 H/692M)
(Seorang Ibunda Pejuang, Isteri Pejuang dan Putri Pejuang Islam yang gagah berani… )
(keikhlasannya, perjuangannya, kegigihannya, kedermawannya, kelembutannya, kecemerlangannya berfikir… selalu menjadi topik sepanjang jaman..)
Asma. Putri Seorang Pejuang Islam, Sahabat, Kekasih Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
Asma Binti Abu Bakar RA yang mempunyai julukan Dzatun Nithaqaini (Yang mempunyai dua ikat pinggang) adalah putri dari Abu Bakar As-Shiddiq RA dan istrinya Qutailah binti Abdul Uzza. Beliau dilahirkan pada zaman jahiliyah, tepatnya tahun 27 SH/597M dan meninggal pada tahun 73 H/692M.
Ayah beliau, Abu Bakar RA adalah orang yang pertama kali beriman ketika Nabi Muhammad SAW diutus. Suaminya, Zubair bin Awwam adalah orang keempat dari golongan orang-orang yang pertama masuk Islam (Assabiqunal Awwalun) juga termasuk kedalam orang-orang yang hijrah pertama kali ke Habsyah pada tahun ke-5 munjulnya Islam. Sedangkan Asma binti Abu Bakar sendiri adalah orang ke-18 yang masuk Islam.
Begitulah, Asma binti Abu Bakar RA adalah anak dari Abu Bakar, orang yang pertama kali beriman. Ia juga Istri dari seorang yang pertama kali menghunus pedangnya ketika mendengar bahwa kaum musyrikin hendak menculik dan membunuh Rasulullah Saw.
Ketika kaum Muslimin hijrah ke Madinah, Asma RA termasuk sekelompok kecil wanita yang tetap tinggal bersama Rasul Saw di Makkah. Dan Asma memiliki peran penting ketika peristiwa hijah Nabi Saw bersama Abu Bakar RA ke Madinah. Beliau, Abdullah -saudara laki-lakinya- dan Amir bin Fuhairah -pengembala kambingnya Abu Bakar- yang mengantarkan bekal dan air untuk Nabi Saw dan Abu Bakar RA secara sembunyi-sembunyi ketika keduanya berdiam di gua Tsur guna menghindari kejaran kaum Musyrik. Abdullah mendengar bahwa kaum musyrikin mengetahui tempat persembunyian Nabi Saw dan Ayahnya RA. Dan Asma, Abdullah dan Amir pun berhati-hati dengan menghapus jejak kaki mereka yang ada ditanah.
Ketika Abu Bakar ash-shidiq r.a. berhijrah, sedikit pun tidak terpikirkan olehnya untuk meninggalkan sesuatu untuk keluarganya. Ia berhijrah bersama-sama Rasulullah saw.
Untuk keperluan itu, seluruh kekayaan yang ia miliki, sejumlah lebih kurang 5 atau 6 dirham dibawa serta dalam perjalanan tersebut. Setelah kepergiannya, ayah Abu Bakar r.a. yakni Abu Qahafah yang buta penglihatannya dan sampai saat itu belum masuk Islam mendatangi cucunya, Asma r.ha. dan Aisyah r.ha. agar mereka tidak bersedih karena telah ditinggal oleh ayahnya. Ia berkata kepada mereka, "Aku telah menduga bahwa Abu Bakar r.a. telah menyebabkalian susah. Tentunya seluruh hartanya telah dibawa serta olehnya. Sungguh ia telah semakin banyak membebani kalian."
Menanggapi perkataan kakeknya, Asma r.ha. berkata, "Tidak, tidak, wahai kakek. Ayah juga meninggalkan hartanya untuk kami." Sambil berkata demikian ia mengumpulkan kerikil-kerikil kecil kemudian diletakkannya di tempat Abu Bakar biasa menyimpan uang dirhamnya, lalu ditaruh di atas selembar kain. Kemudian dipegangnya tangan kakeknya untuk merabanya. Kakeknya mengira bahwa kerikil yang telah dirabnya itu adalah uang. Akhirnya kakeknya berkata, "Ayahmu memang telah berbuat baik. Kalian telah ditinggalkan dalam keadaan yang baik." Sesudah itu, Asma r.ha. berkata, "Demi Allah, sesungguhnya ayahku tidak meninggalkan harta sedikit pun. Aku berbuat demikian semata-mata untuk menenangkan hati kakek, supaya kakek tidak bersedih hati."
Asma Menyandang Gelar Terhormat Sebagai Dzatun Nithaqaini
Hari ketiga pada peristiwa hijrah. Seperti biasa Asma RA menuju gua dengan membawa makanan dan air. Pada waktu itu Rasul Saw dan Abu Bakar RA hendak bersiap-siap keluar menuju Madinah. Asma RA baru menyadari bahwa ia tidak membawa tali untuk mengikat bekal dan air yang dibawanya. Kemudian ia mencopot ikat pinggangnya dan membelahnya menjadi dua untuk mengikat air dan bekal tadi. Rasulullah Saw melihat hal itu dan beliau bersabda :"Wahai Asma, sesungguhnya karena ini kamu memiliki dua ikat pinggang disurga" . Karena itulah ia dikenal sebagai Dzatun Nithaqaini.
Asma Sebagai Seorang Wanita Pejuang
Tidak hanya itu pengorbanan Asma Radhiallahu anha. Peristiwa hijrah ini turut menyaksikan kekuatan berfikir dan perancangan strategi yang dimiliki oleh seorang Muslimah hasil dari aktiviti politik dan kecemerlangan berfikir yang diadun dengan ketaqwaan dan keimanan yang teguh. Asma' Radhiallahu anha bukan sekadar menjadi penghantar makanan kepada dua orang sahabat yang berperanan penting bagi umat Islam, malah beliau juga menyampaikan berita-berita penting tentang rencana-rencana pihak musuh terhadap kaum Muslimin. Dengan kehamilannya ketika itu, Asma' mengambil peranan yang menjanjikan risiko tinggi, di mana bukan saja nyawanya menjadi taruhan, malah lebih dari itu, nyawa Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam dan ayahnya turut sama terancam. Memikirkan kemarahan musuh Islam lantaran lolosnya Rasulullah dari kepungan, kafir Quraisy pastinya akan berusaha bersungguh-sungguh mencari-cari Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam untuk dibunuh kerana bencinya mereka terhadap dakwah Islam dan pejuang-pejuangnya.
Di saat-saat genting seperti itu, Asma' mampu meramal segala kemungkinan yang bakal berlaku, dan dengan kecerdikan dan penuh perhitungan, beliau berjalan menuju Gua Tsur sambil menggembala kambing-kambingnya berjalan di belakangnya. Taktik ini dilakukan untuk mengaburi mata pihak musuh kerana jejaknya terhapus oleh jejak-jejak kambing gembalaannya itu. Tindakan ini belum tentu mampu dilakukan oleh seorang lelaki yang berani sekalipun, lantaran hal tersebut bakal mengundang bahaya, kezaliman, dan kekejaman orang-orang kafir Quraisy.
Permasalahan ini tidak cukup sampai di situ. Setelah kejayaan Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari tempat persembunyian dan berhasil berhijrah ke Madinah, Asma' Radhiallahu anha dan keluarganya didatangi beberapa orang Quraisy, di antaranya Abu Jahal yang telah bertindak kasar menampar pipi Asma’ Radhiallahu anha dengan sekali tamparan yang mengakibatkan subangnya terlepas!. Asma' menjawab dengan penuh diplomasi saat beliau ditanya tempat persembunyian Rasulullah dan ayahnya dengan berkata," Demi Allah, aku tidak tahu di mana ayahku berada sekarang!"
Asma Sebagai Isteri Pejuang Islam
Dalam sebuah riwayat dari Bukhari dicertakan bahwa Asma r.ha. sendiri pernah menceritakan tentang keadaan hidupnya.
"Ketika aku menikah dengan Zubair r.a., ia tidak memiliki harta sedikit pun, tidak memiliki tanah, tidak memiliki pembantu untuk membantu pekerjaan, dan juga tidak memiliki sesuatu apa pun. Hanya ada satu unta milikku yang biasa digunakan untuk membawa air, juga seekor kuda. Dengan unta tersebut, kami dapat membawa rumput dan lain-lainnya. Akulah yang menumbuk kurma untuk makanan hewan-hewan tersebut. Aku sendirilah yang mengisi tempat air sampai penuh. Apabila embernya peceh, aku sendirilah yang memperbaikinya. Pekerjaan merawat kuda, seperti mencarikan rumput dan memberinya makan, juga aku sendiri yang melakukannya. Semua pekerjaan yang paling sulit bagiku adalah memberi makan kuda. Aku kurang pandai membuat roti. Untuk membuat roti, biasanya aku hanya mencampurkan gandum dengan air, kemudian kubawa kepada wanita tetangga, yaitu seorang wanita Anshar, agar ia memasakkannya. Ia adalah seorang wanita yang ikhlas. Dialah yang memasakkan roti untukku."
Ketika Rasulullah saw. sampai di madinah, maka Zubair r.a. telah diberi hadiah oleh Rasulullah saw. berupa sebidang tanah, seluas kurang lebih 2 mil (jauhnya dari kota). Lalu, kebun itu kami tanami pohon-pohon kurma. Suatu ketika, aku sedang berjalan sambil membawa kurma di atas kepalaku yang aku ambil dari kebun tersebut. Di tengah jalan aku bertemu Rasulullah saw. dan beberapa sahabat Anshar lainnya yang sedang menunggang unta. Setelah Rasulullah saw melihatku, beliau pun menghentikan untanya. Kemudian beliau mengisyaratkan agar aku naik ke atas unta beliau. Aku merasa sangat malu dengan laki-laki lainnya. Demikian pula aku khawatir terhadap Zubair r.a. yang sangat pencemburu. Aku khawatir ia akan marah. Memahami perasaanku, Rasulullah membiarkanku dan meninggalkanku. Lalu segera aku pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, aku menceritakan peristiwa tersebut kepada Zubair r.a. tentang perasaanku yang sangat malu dan kekhawatiranku jangan-jangan Zubair r.a. merasa cemburu sehingga menyebabkannya menjadi marah. Zubair r.a berkata,
"Demi Allah aku lebih cemburu kepadamu yang selalu membawa isi-isi kurma di atas kepalamu sementara aku tidak dapat membantumu."
Setelah itu Abu Bakar, ayah Asma r.ha., memberikan seorang hamba sahaya kepada Asma. Dengan adanya pembantu di rumahnya, maka pekerjaan rumah tangga dapat diselesaikan dengan ringan, seolah-olah aku telah terbebas dari penjara.
Di antara tugas yang juga dijalani kaum hawa di masa Rasulullah adalah menyediakan makanan dan minuman bagi para pejuang serta merawat kuda-kuda perang. Selain itu, mereka bertugas memparbaiki dan mempersiapkan persenjataaan para pejuang di tengah berkecamuknya perang.
Dalam suatu peperangan, pedang yang ada di tangan Khalid bin Walid patah. Melihat hal itu, istri Khalid yakni Ummi Tamim segera membantu sang suami dengan memberikan senjata yang baru agar dapat melanjutkan pertempuran. Demikian pula dengan Asma binti Abu Bakar, dia bantu sang suami Zubair bin Awam dengan persenjataan.
Kehadiran sang istri di samping suami di medan perang sangat memupuk semangat juang mereka. Ini semua demi membela martabat dan kehormatan serta menampilkan semangat kepahlawanan dan keluhuran di hadapan istri. Betapa banyak pejuang terpompa semangatnya di medan perang disebabkan kehadiran seorang perempuan.
Dalam perang Yarmu' semua prajurit tertidur karena kelelahan yang teramat sangat. Sang komandan Abu Ubaidah bin Jirah tidak mau membebani prajuritnya yang sudah sangat lelah agar berjaga-jaga. Sehingga meski seorang komandan, beliau sendiri yang melakukan tugas penjagaan. Ternyata beliau melihat Asma binti Abu Bakar dan sekelompok putri muslimah tengah berjaga-jaga di sekitar perkemahan. Mereka semua menghunus pedang. Sungguh suatu pemandangan yang sangat indah, seorang panglima besar dan putri khalifah bersama-sama melakukan tugas jaga.
Asma Seorang yang Sangat Dermawan
Asma r.ha. memiliki sifat yang sangat dermawan. Pada mulanya, apabila ia akan mengeluarkan harta di jalan Allah ia akan menghitungnya dan menimbangnya. Akan tetapi, setelah Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kalian menyimpan-nyimpan atau menghitung-hitung (harta yang akan diinfakkan). Apabila mampu, belanjakanlah sebanyak mungkin."
Akhirnya setelah mendengar nasihat ini, Asma r.ha. semakin banyak menyumbangkan hartanya. Ia juga selalu menasehati anak-anak dan perempuan-perempuan yang ada di rumahnya.
"Hendaklah kalian selalu meningkatkan diri dalam membelanjakan harta di jalan Allah, jangan menunggu-nunggu kelebihan harta kita dari keperluan-keperluan kita (yaitu jika ada sisa harta setelah dibelanjakan untuk keperluan membeli barang-barang, barulah sisa tersebut disedekahkan.) Jangan kalian berpikir tentang sisanya. Jika kalian selalu menunggu sisanya, sedangkan keperluan kalian bertambah banyak, maka itu tidak akan mencukupi keperluan kalian sehingga kita tidak memiliki kesempatan untuk membelanjakannya di jalan Allah. Jika keperluan itu disumbangkan di jalan Allah, maka kalian tidak akan mengalami kerugian selamanya."
Asma Sebagai Ibunda Pejuang Islam yang handal
Hijrah Asma' Radhiallahu anha dan suaminya ke Madinah berlaku selang beberapa lama dari hijrah sebelumnya, di mana pada ketika itu Asma' sedang sarat mengandungkan Abdullah bin Zubair dan hanya menanti detik-detik kelahirannya. Perjalanan yang jauh dan berbahaya ditempuhi jua sehinggalah angkatan para sahabat tiba di Quba'. Kelahiran anak pasangan sahabat ini disambut dengan penuh kesyukuran dan kegembiraan. Dialah bayi pertama yang dilahirkan di Madinah.
Sebaik-baik Ummu wa Rabbatul Bait
Seorang muhajirah yang agung, antara wanita yang awal memeluk Islam, sangat memuliakan suaminya meskipun Zubair hanya seorang pemuda miskin yang tidak mampu menyediakan pembantu buatnya. Hatta tidak mempunyai harta yang dapat melapangkan kehidupan keluarganya, melainkan hanya seekor kuda yang dijaganya dengan baik. Beliaulah isteri yang sentiasa sabar dan setia berkhidmat untuk suaminya, sanggup bekerja keras merawat dan menumbuk sendiri biji kurma untuk makanan kuda suaminya di saat Zubair sibuk menjalankan tugas-tugas yang diperintah Rasulullah kepadanya.
Di dalam didikannya, keperibadian Abdullah bin Zubair dibentuk. Beliau adalah susuk seorang ibu yang sangat memahami peranannya dalam melahirkan generasi utama yang berkualiti, generasi yang menjadikan kecintaan kepada Allah dan RasulNya di atas segala-galanya, sama ada harta, isteri, keluarga mahupun segala jenis perbendaharaan dunia. Beliau mencetak keperibadian generasi yang siap berjuang membela bendera Islam dan kalimah La ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Keperibadian seperti ini terpancar jelas di dalam diri puteranya, Abdullah bin Zubair. Hal ini dapat kita teladani melalui kisah pertemuan terakhir di antara seorang ibu dan anak yang saling menyayangi dan mencintai satu sama lain, semata-mata kerana kecintaan keduanya kepada Allah Subhanahu wa Taala dan RasulNya.
Dalam sejarah Islam, itulah bayi pertama yang dilahirkan setelah hijrah. Pada zaman itu banyak terjadi kesulitan, kesusahan, kemiskinan, dan kelaparan. Tetapi pada zaman itu juga muncul kehebatan dan keberanian yang tiada bandingannya
Kasih sayangnya kepada puteranya tergambar dalam doa yang sangat terkenal untul Abdullah bin Zubair..
“Ya Allah! Kasihanilah dia kerana solat yang panjang diselangi tangisan di tengah kedinginan malam yang sepi, ketika orang-orang lain sedang nyenyak dibuai mimpi. Ya Allah! Kasihanilah dia yang sering menahan lapar dan dahaga ketika bertugas jauh dari Madinah atau Mekah dalam menunaikan ibadah puasa kepadaMu. Ya Allah! Aku menyerahkannya di bawah pemeliharaanMu, aku redha dengan apa yang telah Engkau tetapkan bagiku dan baginya, dan berilah kami pahala orang-orang yang sabar...!"
[ Doa Asma' radhiallahu anha buat puteranya, Abdullah bin Zubair]
Setelah Husain terbunuh dan Yazid bin Mu`awiyah meninggal, Abdullah bin Zubair dapat mendirikan khilafah di Hijaz sampai Abdul Malik bin Marwan berkuasa sebagai khalifah. Lalu, Abdul Malik mengirim pasukan yang dipimpin oleh seorang yang kejam Hajjaj bin Yusuf ats-Tsagafi untuk menumpas Abdullah bin Zubair. Hajjaj menghujani Ka’bah dengan panah api dan melukai para penduduk Mekah sehingga mereka pergi meninggalkan Abdullah bin Zubair. Kemudian Abdullah bin Zubair mendatangi ibunya Asma binti Abu Bakar yang kedua matanya telah buta, untuk meminta nasihat darinya. Asma, ibunya, menasihatinya agar tetap bertahan sampai kematian datang menjemput. Asma berkata, “Demi Allah, tebasan sebilah pedang demi kemuliaan adalah jauh lebih balk daripada cambukan sepotong cemeti dalam kehinaan.” Abdullah bin Zubair menjawab perkataan ibunya, “Wahai ibuku, aku takut bila mereka telah membunuhku, mereka akan menjadikan jasadku sebagai contoh di tengah-tengah penduduk.” Lalu Asma berkata dengan perkataannya yang sangat masyhur, “Adakah kambing yang telah disembelih akan merasakan sakitnya dikuliti?” Maka, Abdullah bin Zubair pun lalu pergi menghadapi Hajaj sampai menemui ajalnya sebagai syahid. Setelah itu, Hajjaj bin Yusuf mendatangi Asma binti Abu Bakar menanyakan tentang hajatnya. Namun, dengan penuh keberanian Asma menjawab, ‘`Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa akan muncul dari bani Tsagif seorang pendusta dan seorang yang kejam. Adapun pendusta itu kami telah mengetahuinya, sedangkan seseorang yang kejam dan sewenang-wenang itu aku tidak menemukannya selain dirimu.”
Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta penuh makna yang membias dari guratan keriput di wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian, hingga sekarang mahkota putih tampak anggun menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh memberikan kenyamanan dan kehangatan.
Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan do'a-do'a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya kehidupan.
Polesannya adalah warna dasar pada diri kita. Menggores sebuah kanvas putih nan suci, hingga tercipta lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun, goresan yang diselimuti untaian ayat suci Al Qur'an, zikir, tasbih serta tahmid, tentu akan melahirkan syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa. Ibunda pun berharap tercipta jundullah (tentara Allah) dari sebuah madrasah keluarga.
Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin Yusuf, antek Bani Umaiyah.
Sebuah teladan yang sangat berharga buat kita semua. Asma' Radiallahu anha bukan sahaja menunjukkan keberaniannya, kepatuhannya kepada Allah, suami dan ayahnya; juga pengorbanannya yang besar, sikap dermawannya dan kecemerlangan berfikir yang menjadi cermin keperibadiannya. Bersama suaminya, Zubair bin Awwam, terbentuklah keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah; bukan kerana harta yang melimpah ruah, tetapi limpahan barakah dan rahmat dari Allah Subhanahu wa Taala kerana ahli keluarganya yang menjadikan kecintaan mereka hanya kepada Allah dan Rasul di atas kecintaan-kecintaan lainnya. Dari keluarga ini, lahirlah seorang syuhada yang gagah berani, tidak takut terhadap apapun kecuali Allah Subhanahu wa Taala Semoga kisah Asma’ Abu Bakar ini akan sentiasa mekar di jiwa kita sebagai motivasi diri dalam menyemai kecintaan serta menjalankan kewajipan terhadap Rabbul Izzati.
salam_sitijamilahamdi
14 januari 2011
(dari: berbagai sumber)
0 komentar
Posting Komentar