Beberapa bulan lalu saya mendapat sms dari seorang teman, bunyi smsnya begitu menyedihkan dan membuat hati ini ikut terluka membacanya. Bagaimana tidak, saya tidak percaya saja, orang yang selama ini saya sayangi dan saya kagumi rumah tangganya bermasalah, teman saya ini berumah tangga bukan baru setahun dua tahun, tapi sudah lebih dari 10 tahun, dan tidak pernah terlihat dalam rumah tangganya itu ada masalah.
Anak-anak nya sholeh dan sholehah, memang selama ini saya dan mungkin teman-teman lain hanya dapat melihat dari luar saja, dan yang saya kagumi dari teman saya ini, dia begitu sabar menyimpan masalah dalam rumah tangganya bertahun-tahun lamanya, walaupun akhirnya saat ini meledak juga, dia tidak tahan dengan keadaan rumah tangganya yang selama ini dia simpan dalam bentuk stres yang berkepanjangan.

Namun biar bagaimanapun, dia hanya dapat mengungkapkan kesedihannya itu dengan dua orang saudaranya dan kini saya mengetahui semua permasalahannya, karena dia mencari seseorang yang bisa di ajak diskusi untuk dapat mengubah hari-harinya yang penuh dengan kesedihan dan kerapuhan, menjadi hari-hari yang menguatkan dan menggembirakan. Anak-anaknya masih membutuhkan kedua orang tuanya, maka dia tidak mau mengambil keputusan begitu cepat tanpa ada diskusi dengan teman kasayangannya atau dengan dua orang saudaranya itu. Miris hati ini membaca semua ceritanya dari awal hingga terjadi masalah yang sangat besar ini, kini kondisinya sangat labil, dia sering pingsan dan berbicara tak tentu arah, kadang menangis dan merasa hendak bunuh diri, apakah begini yang di inginkan oleh suaminya, yah...kisahnya sangat pelik dan perlu pengorbanan yang sangat mahal harganya.
Suaminya yang selama ini di sayangi dan di jadikan panutan bagi masyarakat, berselingkuh dan menikahi teman selingkuhannya itu, saya yang mendengar ceritanya langsung dari teman saya itu, menjadi tersentak kaget, bagaimana tidak, saya tidak akan pernah percaya kalau suaminya bisa melakukan hal itu, suaminya sungguh baik dan bijaksana bila berada di luar sana, namun saya tidak mengetahui kehidupan rumah tangga teman saya ini yang sebenarnya. Teman saya pernah suatu kali memohon pada suaminya untuk memperbaiki jundi-jundinya dulu, agar mereka siap untuk meneruskan dakwah kedua orang tuanya, namun semua permintaanya itu tidak di gubris oleh suaminya, dengan alasan dia sibuk dan banyak yang di kerjakan, dan itu kan sebenarnya tugas seorang ibu, karena ibu adalah madhrosatun bukan tugasnya. apakah demikian adanya ?
Saya rasa suaminya salah megerti dengan yang di maksud ibu madhrosatun, karena kalaupun ibu madhrosatun, bukan berarti si Ibu harus mengurus anak-anaknya sendiri, sementara suaminya beruncang-uncang kaki karena merasa sudah bekerja dan mempunyai kesibukan lain. Tidak seperti itu yang di ajarkan Oleh Rosulullah SAW.
Rosulullah saw bersabda :
Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik diantara kalian dalam memperlakukan keluargaku. [al-Hadits].
Itulah gambaran dan sosok seorang suami yang baik, bila para suami ingin mengikuti sunnah-sunnah Rosulullah, jangan hanya di ambil saat Rosulullah melakukan poligaminya saja, melainkan ambil semua, seperti : perhatian terhadap keluarga, menghargai istrinya, tidak membentak dan marah, sayang pada anak-anaknya, seperti Rosulullah yang sangat menyayangi anak-anaknya serta cucu-cucunya. Bukankah demikian yang di contohkan oleh Baginda Rosulullah saw.
Namun sepertinya, suami teman saya ini tidak memakai semua, padahal beliau sering memberi nasehat dan berceramah, banyak sekali hal-hal yang telah beliau sampaikan pada saat beliau berceramah, tetapi sayang semua nasehat itu, terlewat untuk dirinya sendiri.
Dengan dalih hendak menolongnya dan kasian pada wanita itu, maka suaminya menikah lagi dengan wanita selingkuhannya, tanpa sepengetahuan teman saya ini yang sudah lama menjadi istri dan mengurus dirinya serta anak-anaknya, satu tahun telah berlalu pernikahan itu, baru suaminya memberi tahukan tentang pernikahannya itu kepada teman saya.
Betapa tidak hancur hati teman saya ini, dia yang begitu percaya sekali pada suaminya, dan yakin suaminya tidak akan melakukan hal-hal yang membuatnya sedih, kini berbalik. Dalam fikiran saya bertanya : apakah yang di cari oleh para suami, bila dia berniat hendak menikah lagi, atau niat berpoligami. Memang dalam agama islam itu di halalkan, tapi apakah dengan cara yang tidak bijaksana dan harus merusak rumah tangganya sendiri ketika niat itu ada, apakah tidak di fikirkan lagi. Apakah dengan merusak kebahagiaan anak dan istri, serta merusak masa depan anak-anaknya, akan mendapatkan pahala dari Allah swt.
Ada beberapa hal yang harus di perhatikan oleh seorang suami, agar tidak jadi suami yang egois dan mau menang sendiri :
 
1. Keluarga adalah rakyat pertama yang dimiliki oleh seorang pamimpin

2. Keluarga adalah sel-sel utama dalam pembentukan masyarakat, kesalehan mereka akan sangat menentukan kesalehan masyarakat pada umumnya.


3. Keberhasilan da’wah keluarga akan sangat menunjang keberhasilan da’wah di masyarakat, dan kegagalan da’wah di keluarga akan menjadi hambatan bagi keberhasilan da’wah di masyarakat.


4. Ruang terkecil dalam penegakan syari’ah Allah, setelah seseorang mensalehkan dirinya sendiri.
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. [HR. Bukhari].

Dari cerita yang saya dengar, kondisi teman saya saat ini sangat memilukan, dia jadi menarik diri dari teman-temannya, dia merasa minder dan merasa tidak berguna lagi untuk hidup, dia ingin bercerai tapi dia juga tidak mau melukai hati anak-anaknya, banyak sekali yang harus dia pertimbangkan bila dia memilih bercerai dari suaminya itu. Kalau cuma di duakan mungkin teman saya ini tidak akan minta cerai, namun sakit yang telah di buat oleh suaminya, selama sepuluh tahun lebih, membuatnya tak ingin lagi untuk bersama, sebenarnya keinginan teman saya ini hanya satu, yaitu perbaikan dari suaminya, agar suaminya benar-benar menjadi qowam yang baik dulu, untuk dirinya dan anak-anaknya, namun suaminya lebih memilih membangun istana baru bersama yang lain dan tidak menghiraukan ke inginan istrinya.
Tega nian suaminya, saya jadi bingung, apakah begini yang di ajarkan oleh baginda Rosulullah SAW, kalau saja Beliau tahu bahwa umatnya tidak benar dalam melakukan poligami, mungkin beliau akan sedih, karena yang beliau inginkan adalah kebaikan dalam rumah tangga dan menjadikan rumah tangga itu sakinah, mawaddah wa rahmah, bukan malah mendahulukan sunnah Rosull yaitu poligami, atau menolong orang, padahal rumah tangganya masih belum baik dan bahkan jadi berantakan karena si suami menikah lagi.
Mana yang harus di dulukan sebenarnya, menolong orang lain, tetapi rumah tangganya hancur berantakan, anak dan istrinya menjadi stres, bahkan jadi kurang respek dengan ayahnya, atau mendahulukan kebaikan dalam rumah tangga, yaitu mentarbiyah istri agar si istri jadi sholehah dan ibu yang baik dalam mendidik anak-anaknya yang kelak akan meneruskan dakwah dan perjuangan orang tuanya, kalau saja para suami melakukan kewajibannya dengan baik terhadap istri dan anak-anaknya, serta mendidknya dengan penuh kasih sayang dan cinta, serta menghargai semua jerih payah istrinya, saya rasa untuk menikah lagi tidak perlu diam-diam. Bisa jadi karena pendidikkan yang baik, yang di berikan oleh suaminya, si istri malah meminta suami untuk menikah lagi, dengan alasan menolong, karena si istri sudah faham betul dengan apa yang akan dia dapatkan bila dia mengikhlaskan suaminya untuk menikah lagi dengan tujuan menolong.
Janganlah jadi suami egois, jangan mentang-mentang jadi pemimpin di dalam rumah tangganya, maka dia semena-mena melakukan apa saja sepuas hatinya, jangan wahai para suami, karena rumah tangga mu, anak dan istri mu adalah amanah yang sangat berat yang kelak akan kau pertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT kelak.
Jadilah pemimpin yang adil, yang bijaksana dan yang dapat mengerti apa yang di inginkan bawahan. Hidup saling menghargai dan saling mencintai itulah yang utama, karena Rosulullah sendiri adalah seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.
Didiklah anak dan istri mu sesuai zamannya, karena tidak semua wanita bisa langsung memahami apa yang menjadi kewajiban sebagai seorang istri, mereka perlu pendidikan yang baik, maka ketika kau menikahinya, berarti kau telah mengambil alih penjagaan dan pendidikkan yang selama ini istri mu dapatkan dari kedua orang tuanya. Jadilah suami yang selalu menghargai jerih payah istri, dalam kehidupan berumah tangga. Seperti halnya Khalifah Umar bin Khotob :
Suatu ketika ada seorang pria datang menemui Amirul ‎Mukminin Umar bin Khaththab. Dia ingin mengadukan perilaku ‎istrinya yang tidak disukai. Sesampai di depan pintu rumah ‎Umar, pria tadi mendengar Umar sedang dimarah-marahi oleh ‎istrinya. Urung saja, dia menemui Umar. Pria tadi langsung ‎berbalik pulang. Namun Umar memanggilnya. Umar bertanya, ‎‎"Ada apa?" Pria tadi menjelaskan, "Istriku memiliki ‎perilaku yang tidak kusukai. Kemudian aku datang ingin ‎mengadukan padamu. Namun, begitu aku melihat engkau ‎dimarahi istrimu, saya tidak jadi mengadukannya. Sebab ‎khalifah saja mengalaminya. " Umar menjawab, "Kita harus ‎hargai istri kita. Dia lelah mengurus kita dan anak-anak ‎kita." (dikutip dari buku Be a great husband karya 'Isham ‎bin Muhammad Asy-Syarif)
Menghargai seorang wanita apa lagi istri yang telah menjadi teman hidup selama bertahun-tahun itu adalah kewajiban para suami. Ke egoisan para suami yang merasa benar, ketika melakukan poligami, sementara istrinya belum lagi sempurna dia didik, itu adalah satu kesalahan. Banyak contoh dan pelajaran yang bisa di ambil oleh para suami, bila dia hendak berpoligami.
Ketika saya masih di kota yang lama, ada seorang ustadz bercerita, beliau mempunyai dua orang istri.
Saat itu beliau bercerita, bahwa temannya bertanya pada beliau tentang kedua istrinya yang sampai saat ini tak pernah terdengar ada konflik. " Ustadz saya juga punya dua istri seperti ustadz, tapi istri-istri saya tidak seperti istri-istri ustadz, damai dan selalu bekerja sama, apakah ada yang salah dengan diri saya ustadz " lalu beliau menjawab dengan sangat bijak : " Akhi, antum saat menikah lagi bagaimana? apakah istri pertama antum menyetujui atau paling tidak antum minta izin oleh istri antum, karena itu adalah etika dan akhlaq dalam rumah tangga, jangan mentang-mentang kita bisa bebas mempunyai istri lebih dari satu, lalu kita tidak menghargai istri pertama kita yang telah belasan tahun bersama kita, dalam suka dan duka.
Karena istri kita itulah yang punya andil sangat besar saat itu, demi keberhasilan dakwah kita dan kerja kita, istri kita itu yang banyak mendukungnya saat kita masih di bawah, maka ketika kita sudah di atas, ingat selalu semua hasil kerja kerasnya dan pengertiannya, maka ketika kita menghargainya, dia juga akan menghargai keinginan kita. Mungkin adakalanya kesiapan istri kita tidak seratus persen, ketahuilah bahwa setiap wanita punya rasa cemburu yang sangat besar, sehingga dia takut bila suaminya menikah lagi nanti, bisa jadi sayang dan cintanya kepadanya akan berkurang, disinilah tugas kita untuk memberi pemahaman dan mendidiknya dengan baik. " Bukankah suami yang seperti ini yang menjadi dambaan para istri....?
Wallahu´alam bishawab. 
salam_sitijamilahamdi 
Oleh: Ummu Mufais HDH juli 2010
Untuk para umahat yang senantiasa sabar dalam menjalani tugasnya. 

judul asli : " Jangan Jadi Suami egois"

2 komentar

  1. butir-butir keindahan // 13 Agustus 2010 pukul 07.41  

    Rosulullah saw bersabda : "Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik diantara kalian dalam memperlakukan keluargaku.." [al-Hadits].

  2. Anonim // 12 Maret 2011 pukul 01.01  

    setuju dengan artikel di atas, tapi mungkin perlu tatsabut lagi, gimana kondisi si istrinya sebelum suaminya itu nikah lagi. apakah ia juga sudah menunaikan hak2 suami? apakah ia bisa menjaga mata suami?
    ada beberapa keluhan dari para suami yang pernah saya dengar, ketika mereka bekerja di luar,mereka disajikan pemandangan yang 'menawan'. para wanita di jalan,kantor,dll, berpenampilan 'menawan' dandanannya 'menarik' mata, aroma tubuhnya 'menggoda'. penampilan mereka layaknya bintang film, menampilkan pesona yang berputar-putar di benak mereka(para suami). itu yang ada di luar rumah.
    ketika mereka kembali/pulang ke rumah, ternyata mereka mendapati istri mereka tidak seperti yang mereka dapati di luar. tidak berdandan dan (maaf)tercium aroma bawang darinya.tidak menjaga kebersihan badan.
    ditambah lagi kadang kebersihan dan kerapihan rumah kurang terjaga.
    bagaimana perasaan para suami jika menghadapi seperti itu? setelah lelah mencari maisyah mereka ingin mendapatkan kesejukan di rumah, akan tetapi yang mereka dapati justru pemandang tadi, apa yang akan terlintas di benaknya setelah itu?
    ta'addud! itu jwaban sebagian mereka.
    makanya pendapat saya, seharusnya masing2 pihak harus saling memahami kebutuhan pasangannya.seorang suami harus tahu kebutuhan istrinya, seorang istri harus tahu kebutuhan suaminya.
    ketertarikan seorang pria kepada seorang wanita lebih banyak karena mata(visual), maka hendaknya seorang istri bisa membuat mata suami tetap senang memandangnya.

    sedangkan ketertarikan seorang wanita terhadap pria (saya dengar dari seseorang dosen)lebih banyak karena telinga&perasaan:perhatian dan semisalnya,maka hendaknya seorang suami membuat hati istrinya tenang dan tentram..
    intinya saling ta'awun, karena cinta fillah wa lillah itu diwujudkan dengan taa'wun(setelah taufik dari Allah tentunya)..
    barakallahu fiik, afwan kepanjangan ..