KEMBALI KE DAPURR....... siapa takut??!

Diposting oleh butir-butir keindahan | 13.20 | | 0 komentar »

Suatu ketika, seorang isteri hendak merajuk pada suaminya..ada hal yang sudah cukup lama ingin ia diskusikan pada sang suami. Namun, sungkan slalu saja melanda dirinya. Baginya, untuk slalu menjaga ketentraman hati suami adalah terpenting , tapi soalan yang hendak disampaikan bukan pula hal yang sepele. Karena baginya, ini menyangkut soal pengertian, penghargaan, saling membantu..dan jika tidak diridhoi satu sama lain, tentu akan sangat mungkin membawa bencana dalam biduk rumah tangganya. Sebagai isteri, dia perlu menyampaikan kerisauan tersebut ke lelaki yang baru beberapa bulan dikenalnya itu.

Akhirnya, di pagi hari, ketika dia melihat cuaca baik di wajah suami. Dengan hati2, ia berujar..

“Suamiku, apakah kamu mengetahui bahwa mengenai urusan masak, mencuci, membersihkan rumah.. sebenarnya bukanlah tugas seorang isteri, apalagi menjadi kewajibannya?”

Masih dengan nada bak dayang raja..

“Jadi sebenarnya bukan tanggung jawab isteri. Aku berkata seperti ini bukan karena ingin agar urusan itu menjadi tugasmu, lalu Aku hanya tinggal bersantai di rumah ketika menunggumu. Hanya ingin tahu, itu saja.. Apakah Engkau tahu dengan itu?”

Lalu ia menunduk, mematut-matutkan sorot matanya ke arah lantai. Serasa ngeri melihat pandangan suami. Bagaimana jika cuaca baik itu hanya lagak sejuk menjelang badai. Bagaimana jika, sebagai isteri dia harus men-cap status durhaka dari Imam yang dia hormati itu.

“Lah?, jadi itu tugas suami toh.. nyari nafkah ampe urusan menyediakan makanan ke meja, itu menjadi tugas suami?”

“Kakunya seperti itu, hehehe.. ini bukan kata ku loh ya, tapi emang kata Ustadz. Nanti kubawain artikelnya “

“Haduh..ada yang salah itu.. Bukannya urusan dapur dan seperti itu tugasnya isteri. Berat pisan klo juga tanggungjawab suami. Nanti kita bicarakan lagi itu. “

Raut wajah suami kontan misah misuh. Berbagai argumen liar menggeliat di benak, apapula ini.. mencari nafkah siang malam susahnya minta ampun, ujug2 hari ini harus mengetahui, urusan masak, ke pasar, cuci menjadi tanggung-jawabnya pula.

Di sisi isteri, memilih diam menjadi putusan terbaik. Tak akan ada yang berubah dari pengabdiannya sebagai isteri, sekarang maupun kelak.

Di lain hari.

Sepasang insan yang baru saja membina rumah tangga itu, dengan tenang mendengar ceramah..

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah memberi nafkah sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa”: 34) .

Nafkah adalah segala yang dibutuhkan oleh seorang manusia, baik bersifat materi maupun bersifat ruhani.

Dari segi materi, umumnya nafkah itu terdiri dari makanan, pakaian dan tempat tinggal. Maka seorang isteri berhak untuk mendapatkan nafkah itu dengan tanpa harus ada kewajiban untuk mengolah, mengelola atau mengurusnya.

Jadi sederhananya, posisi isteri hanya tinggal buka mulut dan suami yang berkewajiban menyuapi makanan ke mulut isterinya. Tidak ada kewajiban isteri untuk belanja bahan mentah, memasak dan mengolah hingga menghidangkannya. Semua itu pada dasarnya kewajiban asasi seorang suami. Seperti itu..*”

Yup, inilah hal yang ingin dipaparkan kepada suami tercintanya. Sekitar sebulan yang lalu, seorang teman baru saja berbisik padanya, dari temannya itu, dia mendengar bahwa masih adanya suami yang menganggap urusan rumah tangga hanya adalah urusan isteri belaka. Suami dengan mutlak menyerahkan urusan itu, tanpa merasa peduli untuk membantu. Akhlak RasuluLlah menjadi tak teracuhkan, dengan alasan lelah mencari nafkah di luar, lalu menganggap rumah bagaikan tempat peristirahatan tanpa memahami ada kelelahan pula yang menanti di dalamnya.

Kontan saja, sang isteri kuatir jika dalam lelahnya seperti itu dianggap kemestian tanpa syarat.

Ketika tutur Ustadz dari kotak bebunyian itu masih terdengar. Sang suami sibuk menggerutu. Merasa telak.

“Woalah. Urusan dapur saya toh, ke pasar, bersih2 rumah juga toh….$%^$&%&^&”

Tak lama, ceramah masih melanjutkan..

“Namunpun demikian. Meski isteri memang tak berkewajiban memasak, mencuci, menghidangkan makanan.. tappiiii.. suami berhak untuk meminta isterinya menjalankan pekerjaan atau hal2 selain yang mendurhakai Tuhan-NYA.

Isteri memang tak berkewajiban untuk berniaga dengan seijin suaminya, tappii… untuk soal ijin perijinan isteri keluar dari rumah, tetep di tangan suami. “

Seketika, riuhan gelak tawa jamaah bersorak mendengar kelakar si Ustadz. Sang suami tak kalah hebat ramai-nya. Lalu dengan segera mengamini. Merasa apa saja yang baru didengarnya itu sebagai penyelamatnya.

Sambil melirik, sang suami menghampiri isteri, lalu berbisik.

“Dek, memang bukan tanggung-jawabmu, bukan pula kewajibanmu, tapi Aku boleh minta tolong yah.. cuciin baju-ku, masakin buat-ku, bersihin rumah kita.. yah?.. setiap hari..inget loh ya..hehehe.”, godanya dengan nada jahil.

Dengan sedikit menekuk bibir, sang isteri mengangguk.

“Dengan keridhoanmu, jelas akan memberi ladang amal yang baik untukmu. Hubungan suami isteri, bukanlah sekedar soal hak dan kewajiban belaka. Di dalamnya ada saling tolong, saling mengasihi, saling rela, saling mengikhlaskan. Jika ada lahan kosong, bukankah sebaiknya digarap dengan semangat dan ikhlas. Daripada berhitung mengenai apa2 yang mesti ‘Kamu’ kerjakan, bukankah lebih indah menghitung2 apa yang bisa ‘Aku’ kerjakan ? “

Masih dalam tunduk, si isteri mengulum senyumnya. Tersadar sekaligus malu dengan prasangkanya.
salam_sitijamilahamdi

*quote dari ceramah Ustadz Ahmat Sarwat Lc.

0 komentar